Hadirnya beberapa situs belanja online membuat banyak hal berubah. Mulai dari cara pandang terhadap proses belanja, hingga cara berbelanjanya pun ikut berubah. Dulu, banyak orang sering ragu ketika ingin membeli barang melalui situs online karena merasa khawatir uangnya raib entah ke mana. Kini, hal itu mulai berkurang. Dulu, banyak pihak menganggap cara paling aman berbelanja adalah dengan bertemu langsung, tapi kini sudah mulai berubah.
Semakin sulitnya mencari waktu senggang di tengah kesibukan membuat belanja melalui situs-situs yang direkomendasikan akhirnya menjadi pilihan terbaik. Keadaan itu memicu tumbuhnya banyak perusahaan rintisan (startup). Di Amerika Serikat, kita bisa mengenal eBay dan Amazon, di Tiongkok ada Alibaba, di Indonesia ada Bukalapak yang belakangan mencuri perhatian di ceruk online marketplace.
Bukalapak.com memang bukan yang pertama di Indonesia. Awalnya, Bukalapak.com hanya ditujukan sebagai portfolio perusahaan agensi digital yang kemudian menarik minat banyak investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan yang didirikan oleh Achmad Zakky dan rekannya yang berasal dari satu almamater di ITB. Salah satu tantangan Bukalapak.com adalah mengedukasi para pengguna, baik penjual dan pembeli, untuk bertransaksi melalui sistem pembayaran milik mereka yang memberikan jaminan 100 persen uang kembali jika transaksi gagal.
Sayangnya, dengan beberapa alasan, banyak pengguna yang enggan menggunakan sistem tersebut. Maka tidak mengherankan jika akhirnya masih banyak tindak penipuan yang dialami oleh para pengguna Bukalapak. Jika berselancar di internet, sering ditemui beberapa artikel dengan kata kunci “penipuan bukalapak”. Padahal, jika dicermati, mereka yang mengalami tindak penipuan justru melakukan transaksi lewat jalur langsung ke penjual (bypass). Hal inilah yang menjadi tugas bagi tim Bukalapak untuk mengubah cara pandang berbelanja para pengguna dengan medium sistem
Semakin sulitnya mencari waktu senggang di tengah kesibukan membuat belanja melalui situs-situs yang direkomendasikan akhirnya menjadi pilihan terbaik. Keadaan itu memicu tumbuhnya banyak perusahaan rintisan (startup). Di Amerika Serikat, kita bisa mengenal eBay dan Amazon, di Tiongkok ada Alibaba, di Indonesia ada Bukalapak yang belakangan mencuri perhatian di ceruk online marketplace.
Bukalapak.com memang bukan yang pertama di Indonesia. Awalnya, Bukalapak.com hanya ditujukan sebagai portfolio perusahaan agensi digital yang kemudian menarik minat banyak investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan yang didirikan oleh Achmad Zakky dan rekannya yang berasal dari satu almamater di ITB. Salah satu tantangan Bukalapak.com adalah mengedukasi para pengguna, baik penjual dan pembeli, untuk bertransaksi melalui sistem pembayaran milik mereka yang memberikan jaminan 100 persen uang kembali jika transaksi gagal.
Sayangnya, dengan beberapa alasan, banyak pengguna yang enggan menggunakan sistem tersebut. Maka tidak mengherankan jika akhirnya masih banyak tindak penipuan yang dialami oleh para pengguna Bukalapak. Jika berselancar di internet, sering ditemui beberapa artikel dengan kata kunci “penipuan bukalapak”. Padahal, jika dicermati, mereka yang mengalami tindak penipuan justru melakukan transaksi lewat jalur langsung ke penjual (bypass). Hal inilah yang menjadi tugas bagi tim Bukalapak untuk mengubah cara pandang berbelanja para pengguna dengan medium sistem